أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا (20) وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا (21)Artinya:20-Dan kalau kalian ingin mengganti istri dengan istri yang lain sedangkan kalian telah memberikan harta yang banyak kepada mereka (istri yang kalian tinggalkan), maka janganlah kalian mengambil kembali sedikit pun darinya. Apakah kalian akan mengambilnya dengan kebohongan (yang kalian buat) dan dosa yang nyata?21-Dan bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, padahal kalian telah bergaul satu sama lain dan mereka telah mengambil janji yang kuat dari kalian?
2 Ayat inih menjelaskan tentang bagaiman pembagian harta jika terjadi perceraian diantara suami dan istri. Allah menjelaskan dalam ayat inih, kalau apapun yang sudah diberikan oleh suami kepada istri, jangan diminta lagih ketika terjadi perceraian. Penegasannya dijelaskan di ayat 21 diatas.
Pertanyaan yang langsung muncul di kepala dirikuh & ibu2 di samping dirikuh adalah, bagaimana dengan harta gono gini. Ok, sebenernya apah si yg dimaksud dengan harta gono gini. Sepanjang pengetahuan akuh, ituh adalah harta bersama yang diperoleh selama pernikahan.
Jadi ada beberapa kemungkinan sikon yang terjadi:
1. Jika harta semua atas nama suami, istri tidak berhak mendapat bagian ketika terjadi perceraian. Tetapi suami harus memberikan mut'ah atau harta yang kadarnya tidak di tentukan tetapi cukup untuk menghibur kedukaan sang mantan istri.
2. Hal yang sama terjadi jika ituh atas nama istri, sang suami tidak berhak meminta kembali apa yang sudah diberikan kepada sang istri. Jikapun dia memaksa, maka pengadilan akan memutuskan kalau sang mantan istri yang berhak atas harta ituh.
Lalu timbulah pertanyaan di kepala dirikuh, yang memang pertanyaan inih terjadi di suatu rumah tangga yang dirikuh kenal. Bertanyalah dirikuh kepada sang ustadz, beginih kira2 intinyah : " ustadz, jika suami istri ituh mempunyai rumah dan ituh dari harta mereka berdua, tapi diatasnamakan kepada sang istri, lalu sang suami mau menceraikan sang istri tapi memaksa kalau rumah ituh dibagi dua tetapi sang istri menolak, bagaimanakah hukumnya ?"
Lalu sang ustadz pun menjawab, berarti sang istri menolak karena tidak mau di cerai, dan sang suami memaksa karena tidak mau rugi. Kalau dari ayat diatas, sang suami tidak berhak memaksakan kehendaknya untuk membagi dua rumah ituh, tapi akan lebih baik dimusyarawahkan kepada masing2 pihak. Perlu ada mediator supaya kasus inih ga sampai ke pengadilan, karena kalau sampe ngotot dibawa ke pengadilan, sang istri yang menang.
Selesai kelas, dirikuh berbincang2 sama seorang teman di kelas. Repot juga yah kata sang teman, jika si istri ituh melakukan perbuatan keji semisal berzina, masa dia yang untung dapat rumah. Atau begitu juga sebaliknya, jika sang suami yang penjahat rumah tangga kelas kakap, kasian sang istri ga dapat apa2 kecuali harta mut'ah.
Seharian mikirin inih, akirnya endingnya balik lagih, Allah ituh yang kasih rezeki, bukan suami, bukan istri bukan siapapun. Jika ada pihak yang merasa terdzolimi tetapi dia sabar, Allah akan menggantinya dengan berkali2 lipat.
Intinyah, kalau bisa yah ga usah cerai..., usahakan bangun keluarga yang SAMARA, ataupun jika harus pisah, mbo yah pisahlah dengan baik2 juga, kan nikahnya juga dengan baik2. Jangan gara2 harta jadi perang, main strategi licik2n. Semua bisa dimusyawarahkan . Akur ?
No comments:
Post a Comment